Jumat, 29 Oktober 2010

Kisah Tentang Perjanjian 3 Habaib

Dari Kalam Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi
Habib Abdurrahman bin Musthofa Alaydrus, Habib Abubakar bin Husein Bilfaqih dan Habib Syeikh bin Muhammad Al-Jufri mengadakan perjanjian di Madinah bahwa mereka akan mengamalkan semua yang terdapat dalam kitab Bidayatul Hidayah.
Karena ketaatan mereka pada perjanjian itu, mereka semua akhirnya dapat bertemu dengan Nabi saw. Nabi saw kemudian memberi Sayid Abdurrahman sebuah buku berwarna putih, dan berkata kepadanya, "Pergilah ke kota Mesir. Bila kau ditanya tentang suatu permasalahan, bukalah buku ini, niscaya kau akan menemukan jawabannya tertulis di situ." Rasulullah memberi Sayid Abubakar sebuah piring, dan berkata kepadanya, "Pergilah ke Asia." Rasulullah memberi Sayid Syeikh bin Muhammad Al-Jufri sebuah tongkat dan tasbih, lalu berkata kepadanya, "Pergilah ke Malabar"
Habib Abdurrahman bin Musthofa Alaydrus segera pergi ke Mesir. Beliau sampai di negara itu pada waktu malam. Kebetulan di rumah syeikh dari para ahli fiqih sedang dilangsungkan pesta perkawinan. Beberapa saat kemudian masuk waktu salat, diserukan iqomah. Sang syeikh berkata, "Yang paling faqih di antara kalian hendaknya maju untuk menjadi imam."
"Siapa yang paling faqih di antara kami?" tanya seorang ahli fikih."Yang paling faqih adalah orang yang dapat menyebutkan 400 sunah dalam salat sunah fajar. Siapa pun yang dapat menyebutkannya, maka dia layak menjadi imam kita."Mereka semua menyerah. Habib Abdurrahman bin Musthofa maju, kemudian menyebutkan 400 sunah salat sunah fajar, dan menambah beberapa lagi. Sang syeikh berkata, "Kau pantas menjadi imam kami." Beliau kemudian maju mengimami salat. Penduduk Mesir kagum dengan kedalaman ilmu Habib Abdurrahman.
Suatu hari beberapa ulama Mesir datang menemui beliau dengan sejumlah persoalan bahasa yang telah mereka persiapkan lebih dahulu. Padahal Habib Abdurrahman kurang begitu menguasai ilmu Nahwu. "Berilah kami jawaban atas persoalan- persoalan ini," kata mereka setelah bertemu Habib Abdurrahman. Beliau membuka buku putih itu dan menemukan semua jawaban atas persoalan tersebut. Beliau lalu menukil dan menjelaskannya.
Begitu seterusnya. Setiap kali ada yang bertanya, beliau selalu mendapati jawabannya telah tertulis di buku itu. Para ulama Mesir kemudian berusaha menipu beliau, sehingga terjadilah peristiwa di mana beliau memakan seluruh lampu, seperti yang pernah kuceritakan.
Habib Umar bin Muhammad Maulakhela, Jawahirul Anfas Fi Ma Yurdhi Rabban Nas, I, Kumpulan Kalam Habib Ali, hal. 208-209. (Q:I:208-209)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar